Tuesday, April 7, 2009

banjir di kota bekasi

ABSTRAKSI

Tidak bisa kita pungkiri, dengan semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Saat ini yang paling hangat dibicarakan akibat dari perubahan lingkungan adalah terjadinya pemanasan global. Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola iklim yg akhirnya merubah pola curah hujan, namun bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tapi juga di sebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan saluran drainase (sungai). Kota Bekasi juga tak luput dari perubahan lingkungan ini.























DAFTAR ISI

Abstraksi 1
Daftar isi 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 3
1.2Hipotesis 3
1.3Metode 3
BAB II DATA PENGAMATAN 4
BAB III PEMBAHASAN 6
BAB IV PENUTUP
5.1Kesimpulan 8
5.2Saran 8
Daftar Pustaka 9




















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Letak Kota Bekasi sangat strategis, dimana wilayahnya merupakan perbatasan antara dua provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi di Kota Bekasi memberikan kemudahan akses menuju Jakarta telah menjadikan Kota Bekasi menjadi salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta. Namun seperti yang kita ketahui, Jakarta merupakan wilayah yang rawan sekali terhadap banjir. Setiap tahunnya daerah ini tak luput dari bencana banjir, baik yang disebabkan oleh hujan yang turun terus menerus, banjir kiriman, ataupun disebabkan oleh air pasang laut. Lalu bagaimana dengan kondisi kota Bekasi. Apakah sama halnya dengan Jakarta.
1.2 Hipotesis
Penulis memiliki hipotesis bahwa Kota Bekasi adalah daerah yang rawan sekali terhadap banjir. Namun untuk membuktikan hal tersebut harus dilakukan pengamatan terlebih dahulu.
1.3 Metode
Metode yang digunakan adalah metode tinjauan pustaka. Dengan mencari tahu besar kelerengan kota Bekasi, topografi kota Bekasi, curah hujan dan iklim kota Bekasi, dan macam-macam penggunaan lahan yang ada di kota Bekasi kita dapat memprediksi rawan tidaknya kota Bekasi terhadap Banjir.









BAB II
DATA PENGAMATAN

Dari hasil tinjauan pustaka didapatkan hasil bahwa sebagian besar wilayah Kota Bekasi memiliki tingkat kemiringan lahan relatif datar (0-2 %). Secara teknik keadaan ini memiliki potensi yang sangat baik untuk segala kegiatan budidaya manusia, khususnya budidaya yang bersifat perkotaan.Topografi kota Bekasi adalah dataran rendah. Pada musim penghujan curah hujan di Kota Bekasi dapat dikatakan cukup tinggi, total curah hujan yang tercatat sepanjang tahun 2005 adalah 1.941 mm. Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola iklim yang akhirnya merubah pola curah hujan, sewaktu-waktu hujan bisa sangat tinggi intensitasnya dan kadang sangat rendah. Begitu juga Kota Bekasi bila musim kemarau tiba, cuaca bisa terasa panas menyengat terlebih ditambah polusi udara yang membuat kota Bekasi makin terasa panas, namun bila musim penghujan tiba, hujan terkadang sangat lebat.
Secara keseluruhan Kota Bekasi ini memiliki struktur geologi yang cukup baik untuk mengembangkan/mendirikan bangunan gedung berbagai jenis kegiatan, baik pembangunan gedung perumahan maupun bukan perumahan (sarana dan prasarana perkotaan/wilayah). Sebagain besar struktur geologi yang ada berupa aluvium dan pleistocene volcanic facies. Luas areal lainnya berupa pliocene sedimentary faces dan Miocene Sedimentary Faces Pleistocene Volcanic Face, kedua areal ini merupakan lokasi yang cukup layak untuk dikembangkan/dibangun. Penggunaan Lahan di Kota Bekasi tahun 2001 didominasi oleh permukiman dan kebun campuran sebesar 58,37 % dan 24,99 %




Populasi penduduk kota Bekasi cukup tinggi. Pada tahun 2001 jumlah penduduk di Kota Bekasi tercatat sebanyak 1.516.458 jiwa, sedangkan pada tahun 2005 junlah penduduknya mencapai 2.001.899.
Gambar 1. Piramida penduduk kota Bekasi tahun 2005











BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil-hasil yang telah disebutkan di atas dapat terlihat sekali bahwa Kota Bekasi berpotensi terjadi banjir pada musim penghujan. Hipotesis yang diajukan di awal tulisan terbukti benar. Dinamika pembangunan di Kota Bekasi, telah banyak mengubah wajah kota. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) banyak digantikan oleh gedung dan perumahan hingga menimbulkan efek lingkungan salah satunya adalah banjir. Sejak tahun 1997 sampai saat ini, kondisi RTH mengalami penyusutan sebesar 13,10 %. Diperkirakan, yang tersisa hanya GOR Bumi Perkemahan Bina Bangsa seluas 70.000 m2, Taman Multiguna 28.250 m2, alun-alun di jalan Veteran seluas 40.253 m2, di Jln. Cut Mutia 5.710 m2, dan Taman Pintu Tol Bekasi Timur 6.481 m2. Sedangkan untuk situ hanya ada Situ Rawa Lumbu 56.000 m2, Situ Rawa Gede 95.000 m2, dan Situ Pulo 83.000 m2.
Dinas Tata Ruang Kota Bekasi menyebutkan lahan serapan air di wilayah itu kini hanya tersisa 22 persen dari total luas wilayah 210 ribu hektar. Dadang mengungkapkan minimnya wilayah serapan air karena pembangunan gedung-gedung tinggi, seperti pusat perbelanjaan yang semakin marak. Di sepanjang sungai Kali Malang misalnya, kawasan yang ditetapkan sebagai jalur hijau itu hampir tidak menyisakan sedikitpun ruang kosong. Padahal berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 1997 tentang Tata Ruang, suatu wilayah perkotaan harus memiliki lahan serapan air minimal 30 persen dari luas wilayah. Persentasenya yaitu 20 persen lahan milik pemerintah, dan 10 persen milik pribadi.
Krisis lahan serapan di kota Bekasi tak lepas dari tingginya tingkat populasi di Kota Bekasi. Dengan tingkat populasi yang semakin tinggi maka kebutuhan sumber daya alam juga semakin tinggi. Masalah ketersediaan sumberdaya air, energi, dan lahan merupakan masalah yang harus dipecahkan disamping masalah lainnya seperti masalah lokasi pembangunan limbah, fasilitas social, pembangunan infrastruktur, serta masalah pencemaran air, udara dan suara. Masalah kebutuhan dan ketersediaan lahan yang terus meningkat oleh para pengembang (developer) dilihat sebagai suatu bisnis yang menguntungkan.Contohnya kasus yang sering dijumpai adalah perencaan pembangunan di suatu wilayah tidak lagi merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Tata Ruang Kota sering kali penggunaan lahan sudah tidak lagi mempertimbangan masalah resiko terhadap bencana alam yang nyata-nyata sudah teridentifikasi di wilayah tersebut. Contoh kasus dari konversi lahan pertanian yang sangat luas ke lahan permukiman dan industri adalah komplek Indsutri Jababeka.
Sungai-sungai yang ada pun juga menambah potensi banjir di Bekasi semakin tinggi. Sungai Bekasi melewati Kota Bekasi yang mempunyai luas DAS 390.40 km2, pada bagian tengah dan hilir mempunyai topografi yang relatif datar merupakan daerah rendah yang rawan terhadap banjir. Pada bagian tengah terdapat Bendung Bekasi yang bersilangan dengan Saluran Induk Tarum Barat, Bendung Bekasi berfungsi untuk menjaga elevasi muka air Saluran Induk Tarum Barat agar secara gravitasi dapat mengalirkan air baku ke Jakarta. Oleh karena itu elevasi muka air di Bendung Bekasi menjadi faktor yang penting dalam menangani pengendalian banjir Sungai Bekasi. Banjir yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2007 dimana debit Sungai Bekasi yang tercatat pada Bendung Bekasi sebesar 767.30 m3/detik, mengakibatkan jebolnya tanggul di beberapa ruas sungai dan daerah pemukiman terendam.
















BAB V
PENUTUP

5.1Kesimpulan
Setelah penulis mengamati besar kelerengan kota Bekasi, topografi kota Bekasi, kepadatan penduduk Kota Bekasi, curah hujan dan iklim kota Bekasi, dan macam-macam penggunaan lahan yang ada di kota Bekasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah Kota Bekasi sangan berpotensi terjadi banjir pada musim penghujan.
5.2Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah agar penduduk sekitar Kota Bekasi waspada pada saat musim penghujan tiba, dan agar pemerintah dapat membenahi Kota Bekasi di segala aspek sehingga menjadi lebih baik lagi.




















Daftar Pustaka

digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-pujisutart-31380 - 14k –
gerbang.jabar.go.id/kotabekasi/index.php?index=16&idberita=183 - 38k -
http://mbojo.wordpress.com/2008/04/07/faktor-penyebab-banjir-2-perubahan-lingkungan/
http://mbojo.wordpress.com/2007/03/16/faktor-penyebab-banjir-1/
Noor, djuhari. 2006. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu: Yogyakarta
pr.qiandra.net.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=13182 - 19k
www.blog.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2007/09/20/brk,20070920-108020,id.html - 28k –
www.kotabekasi.go.id/admin/gallery/dokumen/1227.pdf